Senin, 31 Januari 2011

Kode Etik

Bila tarot mengenal empat warna mewakili empat elemen yang menjadi wujud manusia, dalam buku tulisan DR Harun Hadiwijono menguraikan lebih jauh tentang upaya yang diemban falsafah Jawa untuk pengenalan jati diri, sebagai insan kamil. Dalam bukunya beliau menggambarkan anasir bumi yang berwarna ungu/hitam mewakili lauwamah yang mewujud dalam daging dan kulit. Amarah yang mengandung anasir api berwarna merah mewujud dalam darah. Sedangkan Sufiah yang beranasir air menjadi tulang sumsum. Mutmainah memiliki anasir angin, warnanya putih terdapat pada nafas. Demikian, konsep manusia dalam kebudayaan Jawa yang lebih dikenal dalam paham “sadulur papat kalima pancer“. Sementara dalam filsafat Hindu Bali keberadaan manusia tertuang pada panca mahabuta, menguraikan pretiwi adalah elemen yang mempunyai unsur padat berupa kulit, daging, tulang. Apah yang berunsur cair terwujud pada darah, enzym, getah bening, kadar air dll. Teja yang berunsur sinar, menghantarkan panas. Bayu yang berunsur tenaga, energi, dan napas. Terakhir akasa adalah kandungan unsur kesemestaan.
Dari konsep murni kebudayaan Nusantara yang luhung, penulis menyusun Kode Etik di bawah ini sebagai panduan para pejalan spiritual yang memanfaatkan Tarot Wayang dalam usaha menemukan jati diri.
  1. Aku berjanji pada diriku selalu bersikap seorang profesional dan selalu siap mengulurkan tangan ke pada setiap mereka yang membutuhkan, dengan memperlakukan setiap orang secara hormat dan kerendahan hati serta memperhatikan dan menghargai kartuku sebaik-baiknya.
  2. Sebagaimana air mengalir ke samudera luas aku persembahkan cinta tanpa syarat, dengan mengirimkan energi cinta kasih bagi segenap penghuni alam semesta yang tak tertangkap indrawi: “Semoga semua mahluk hidup berbahagia”. Aku tidak akan membiarkan kehidupan pribadiku mencampur aduk hubungan emosionalku demi kepentingan pribadi dengan kepentingan-kepentingan klienku.
  3. Ketika kuhirup udara aku pun menyadari sesadar-sadarnya bahwa aku adalah bagian dari Kecerdasan Kosmis yang mengajariku kebijaksanaan melalui kekuatan alam semesta. Dengan alasan itu aku tidak harus menjadi jumawa bersikokoh dengan pikiran dan pendapatku terhadap klienku. Karena aku bukanlah Kecerdasan Kosmis itu.
  4. Karena aku hidup di muka bumi, aku menghargai seni wacana tarot senilai harga uang. Namun demikian aku tak akan menolak atau menghindari untuk memberikan pelayanan bagi para klienku yang tak mampu menukar jasa dengan nilai uang. Seni wacana tarot yang kusampaikan selalu mencerminkan kelayakan yang berkualitas untuk dihargai dengan nilai uang, sekalipun tidak menerima jumlah nilai uang tersebut.
  5. Aku menyadari sesadar-sadarnya bahwa sebagai ciptaanNya aku tak bisa apa-apa. Aku tak memiliki kekuatan apapun dan kemampuan apapun tanpa pertolongan Yang Maha Hidup. Aku hanya alatNya yang diberi kepercayaan olehNya untuk menyampaikan pesanNya sebagai rambu-rambu bagi yang bingun. Mendorong keberanian dan semangat berjuang bagi yang tiba-tiba putus asa, dan mengantarkan kesembuhan bagi mereka yang sakit baik mentalnya mau pun fisiknya melalui Anugerah-Nya.

    Hanya Dia Kebenaran itu.

    by Ani Sekarningsih, CTGM,

0 comments:

Posting Komentar